BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara harafiah Remunerasi artinya imbalan atau gaji. Pengertian resmi menurut kamus Bahasa Indonesia , Remunerasi adalah pembelian hadiah (penghargaan atas jasa dsb); imbalan .Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja.
Remunerasi pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih..
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh buruknya kualitas pelayanan public, perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara,kualitas manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien,kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Korupsi, kolusi dan nepotisme telah membudaya di Indonesia juga dialami di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, hal ini terjadi antara lain disebabkan Wajib Pajak tidak mau melaporkan secara jujur pajak yang harus dibayar sehingga memberi kesempatan bagi petugas pajak dengan wajib pajak untuk melakukan negosiasi. Budaya organisasi yang tidak tepat dapat menimbulkan penyimpangan tujuan organisasi, selain itu pengawasan terhadap petugas pajak sendiri masih kurang seperti kurangnya tindakan tegas terhadap petugas pajak yang melakukan penyelewengan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Oleh karena itu dalam penulisan ini akan membahas remunerasi pegawai negeri khususnya kasus Dirjen Pajak. Mencuatnya kasus mafia pajak yang dilakukan oleh salah satu pegawai pajak menimbulkan sorotan lingkungan Direktorat Jenderal Pajak di Kementerian Keuangan. Setelah sebelumnya muncul gerakan boikot pajak di situs jejaring sosial, pada tahun 2010 juga muncul desakan untuk menghentikan sementara (moratorium) remunerasi terhadap para pegawai pajak. Namun pada tahun 2013 muncul pernyataan bahwa remunerasi pegawai Ditjen Pajak perlu meningkatkan Remunerasi kembali agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan yang merugikan negara.
Maksud dan tujuan kebijakan Remunerasi
Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
Siapa saja yang mendapatkan Remunerasi
Sesuai dengan Undang-undang NO. 17 tahun 2007, tentang Rencana pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok :
- Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara.
- Prioritas kedua adalah Kementrian/Lembaga yang terkait dg kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemda.
- Prioritas ketiga adalah seluruh kementrian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
Landasan Hukum Kebijakan Remunerasi.
- UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
- UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Psl 7, UU No.43/1999)
- Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa : “Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
- Perpres No.7/2005, tentang Rencana pembangunan jangka menengah Nasional.
- Konvensi ILO No. 100;, Diratifikasi pd th 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama)
Pentahapannya
Pentahapan Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi (penerbitan undang-undang) adalah :
- Analisa jabatan
- Pengumpulan data jabatan
- Evaluasi jabatan dan Pembobotan
- Grading atau penyusunan struktur gaji baru.
- Job pricing atau penentuan harga jabatan
- Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN)
Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pentingnya remunerasi dan pengaruhnya terhadap motivasi dan kinerja pegawai
1.3 Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan penulis mengenai pengaruh remunerasi terhadap motivasi dan kinerja pegawai.
BAB II
KASUS DAN PEMBAHASAN
2.1 KASUS
REMUNERASI DITJEN PAJAK
Fakta menunjukan bahwa remunerasi bukanlah senjata pamungkas untuk meningkatkan kinerja para pewai. Kasus Gayus Tambunan (2010) telah mengikis keyakinan tentang efisiensi dengan dilakukannya remunerasi ini. Karena itu ada lagi kalangan birokrasi yang berpendapat bahwa remunerasi bukanlah satu-satunya instrumen untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi Pegawai Negeri khususnya pegawai Ditjen Pajak
Lantas, apa yang masih perlu dilakukan ? Fakta dilapangan menunjukan sering ada ketidakseimbangan antara jumlah pegawai dengan beban kerja. Banyak kantor yang menunjukan bahwa pegawai-pegawai lebih banyak menganggur dibandingkan bekerja. Hal ini terjadi karena tidak jelasnya pekerjaan yang dilakukan. Selain itu, pengawasan dan penegakan aturan juga tidak konsisten dilaksanakan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI belakang ini (2013) memang menjadi perbincangan masyarakat luas. Apalagi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap beberapa petugas pajak dalam kasus dugaan penerimaan suap, pemerasan dan korupsi. Namun KPK tak berhenti mengusut dugaan adanya peyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian negara ditubuh DJP. Bahkan KPK mengambil langkah preventif dengan membangun kerja sama dengan DJP agar bentuk penyimpangan yang terjadi ditubuh DJP tidak lagi terulang. Sehingga dengan terjalinnya kerja sama antara DJP dan KPK, kini institusi tersebut mendapat gelar sebagai institusi terdepan pemerintah dalam menjalankan reformasi birokrasi.
Korupsi ditubuh DJP seringkali terjadi karena faktor gaji yang diberikan kantor belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walau demikian, penyusupan petugas pajak sendiri untuk membongkar kasus korupsi atau dikenal sebagaii peniup peluit yang dikembangkan Ditjen Pajak menjadi sistem whistleblowing patut diapresiasi. Whistleblowing System merupakan aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan bagi seseorang yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Alasannya, dengan mengembangkan sistem ini , informasi adanya dugaan tindak pidana penyelewengan anggaran maupun kewenangan hingga menimbulkan kerugian negara bisa cepat berbongkar.
Namun, upaya tersebut sebaiknya dibarengi dengan perbaikan mental, sikap, dan moral yang mesti ditanamkan kepada seluruh pegawai agar dugaan tindak pidana korupsi dan sebagainya tidak terjadi. Apalagi sampai mendarah daging. Adanya penangkapan sejumlah pegawai pajak yang dilakukan KPK perlu terus ditingkatkan, karena hal itu juga bisa dijadikan sebagai efek jera bagi pihak lainnya yang mencoba melakukan tindakan tak terpuji itu..
Masih terkait reformasi dan birokrasi DJP terkait perpajakan , agar semakin banyak masyarakat dan lembaga-lembaga mendukung dan ikut mensosialisasikan keberhasilan reformasi birokrasi di DJP, salah satu langkah yang mesti dilakukan DJP adalah membekali atau memberikan pemahaman terhadap pegawainya tentang bahaya laten korupsi. Selain memberi pemahaman, DJP juga harus memikirkan akan kesejahteraan pegawainya. Tindakan korupsi diyakini tidak akan terjadi jika seluruh pegawai sudah merasa tercukupi dengan gaji yang diberikan.
Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang mengatakan setuju atas gelar yang kini disandang DJP sebagai institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi.Namun demikian, Nu’mang memiliki saran terhadap DJP terkait penangkapan oleh KPK yang masih marak melibatkan pegawai pajak. Menurutnya, dengan masih banyaknya penangkapan oleh KPK, DJP perlu lebih giat lagi dalam melakukan pencegahan korupsi sebagai lawan bersama. “Perlu diperbanyak lagi pencegahan. Dengan pencegahan, korupsi dapat dilawan dengan efektif,” ujarnya.
Kasus demi kasus korupsi masih muncul meski KPK telah menjalin kerja sama yang baik dalam memberantas perbuatan kotor tersebut. Agar DJP dapat mereformasi kurang-lebih 32 ribu pegawai yang tersebar pada 500 kantor, salah satu langkah konkrit yang harus ditempuh DJP adalah perbaikan remunerasi. Reformasi birokrasi memang harus diapresiasi agar berjalan dengan baik.
2.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus kasus penyelewengan yang telah terjadi di lingkungan pegawai Ditjen Pajak maka diperlukan adanya evaluasi terhadap penerapan pengukuran kinerja pegawai , penegakan disiplin, dan pemberian remunerasi. Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggiatkan kembali organisasi dengan mentransformasikan unit kerja di Ditjen Pajak menjadi kantor dengan administrasi perpajakan yang modern dan lebih baik, penyempurnaan proses bisnis dan standar prosedur operasi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta pengembangan manajemen berbasis kinerja Balanced Score Card (BSC). Penegakan disiplin dimulai dengan penerapan kode etik, budaya kerja, dan nilai-nilai sampai sistem deteksi pelanggaran dini, whistle-blowing system. Pemberian remunerasi juga sangat erat kaitannya dengan kinerja dan disiplin. Oleh karena itu, Ditjen Pajak menjalankan skema remunerasi berbasis kinerja dan grading. Pegawai dengan kinerja baik otomatis masuk ke grading yang lebih tinggi dengan remunerasi yang lebih besar.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan adanya remunerasi dikalangan Ditjen Pajak tingkat pendapatan akan menjadi lebih tinggi dan harapkan dapat dilakukan disiplin dan kinerja para pegawai meningkat. Walaupun remunerasi bukan semata-mata gaji tinggi, tetapi pemberian remunerasi juga harus sesuai dengan beban pekerjaan yang ditanggung dan sesuai dengan kinerja para pegawai. Seseorang tidak akan mungkin tergoda dengan sesuatu apabila ada peningkatan kesejahteraan atau remunerasi yang sebanding dengan tugas serta tanggung jawab yang diemban. Dengan hal ini korupsi pun diharapkan semakin menurun karena gaji sudah tinggi. Namun untuk menghindari agar DJP tidak menjadi sasaran korupsi, maka diperlukan adanya upaya untuk membangun kesadaran para pegawainya sendiri, dan diperlukan peningkatan keteladanan dan kemampuan para pemimpin.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.untukku.com/artikel-untukku/pengertian-remunerasi-untukku.html
Makna Dan Tujuan Remunerasi. Diposkan oleh: Irfan S . Selasa 26 Maret 2013, pukul 05:25
http://irfansagala.blogspot.com/2013/03/makna-dan-tujuan-remunerasi.html
http://gudangmakalah.blogspot.com/2012/10/tesis-analisis-pengaruh-remunerasi.html
https://www.wise.kemenkeu.go.id/
Reformasi Pajak Gagal. Diposkan oleh: Tempo.co Kolom, Kamis 08 Maret 2012,pukul 08.06
http://www.tempo.co/read/kolom/2012/03/08/543/Reformasi-Pajak-Gagal-
Agus Arifin Nu’mang: Ditjen Pajak Perlu Tingkatkan Lagi Remunerasi Pegawai. Diposkan Oleh: Kementrian Keuangan Republik Indonesia DIREKTORAT JENDRAL PAJAK, Senin 29 Juli 2013 , pukul 09.46
http://www.pajak.go.id/content/agus-arifin-numang-ditjen-pajak-perlu-tingkatkan-lagi remunerasi-pegawai